Sistem Informasi Penelusuran Perkara
PENGADILAN NEGERI SUMBAWA BESAR
INFORMASI DETAIL PERKARA



Nomor Perkara Pemohon Termohon Status Perkara
1/Pid.Pra/2020/PN Sbw HASANUDDIN KEPALA KEPOLISIAN REPUBLIK INDONESIA Minutasi
Tanggal Pendaftaran Selasa, 18 Agu. 2020
Klasifikasi Perkara Sah atau tidaknya penangkapan
Nomor Perkara 1/Pid.Pra/2020/PN Sbw
Tanggal Surat Selasa, 18 Agu. 2020
Nomor Surat -
Pemohon
NoNama
1HASANUDDIN
Termohon
NoNama
1KEPALA KEPOLISIAN REPUBLIK INDONESIA
Kuasa Hukum Termohon
Petitum Permohonan

I. DASAR HUKUM PERMOHONAN PRAPERADILAN
1.    Perlu dipahami dan diketahui bahwa lahirnya lembaga Praperadilan adalah karena terinspirasi oleh prinsip-prinsip yang bersumber dari adanya hak Habeas Corpus dalam sistem peradilan Anglo  Saxon, yang memberikan jaminan fundamental terhadap hak asasi manusia khususnya hak kemerdekaan. Habeas Corpus Act memberikan hak pada seseorang melalui suatu surat perintah  pengadilan menuntut pejabat  yang  melaksanakan hukum pidana formil tersebut agar tidak melanggar hukum (ilegal) atau tegasnya melaksanakan hukum pidana formil tersebut benar-benar sah sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku. Hal ini untuk menjamin bahwa perampasan ataupun pembatasan kemerdekaan terhadap seorang tersangka atau terdakwa itu benar-benar telah memenuhi  ketentuan ketentuan hukum yang berlaku maupun jaminan hak-hak asasi manusia;
2.    Bahwa upaya hukum Praperadilan ini kami lakukan semata-mata  demi mencari kebenaran hukum, dan sebagaimana pendapat dari  M. Yahya Harahap, bahwa salah satu fungsi upaya hukum Praperadilan adalah sebagai pengawasan horizontal  atas segala tindakan upaya paksa yang dilakukan aparat penegak hukum untuk kepentingan pemeriksaan perkara pidana agar benar-benar tindakan tersebut  tidak bertentangan dengan peraturan hukum dan perundang-undangan (Lihat. M. Yahya Harahap, Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP; Pemeriksaan Sidang Pengadilan, Banding, Kasasi dan Peninjauan Kembali, Ed. 2, Cet. 15, Jakarta: Sinar Grafika, 2016, hlm. 4);
3.    Bahwa lembaga Praperadilan sebagaimana diatur dalam Pasal 77 s/d Pasal 83 KUHAP adalah suatu lembaga yang berfungsi untuk  menguji apakah tindakan/upaya paksa yang dilakukan oleh penyidik/penuntut umum sudah sesuai dengan undang-undang  dan tindakan tersebut telah dilengkapi administrasi penyidikan  secara cermat atau tidak, karena pada dasarnya tuntutan  Praperadilan  menyangkut  sah  tidaknya  tindakan penyidik atau penuntut umum di dalam melakukan penyidikan atau penuntutan;
4.    Bahwa tujuan Praperadilan seperti yang tersirat dalam penjelasan Pasal  80 KUHAP  adalah  untuk  menegakkan  hukum,  keadilan,  kebenaran melalui sarana pengawasan horizontal, sehingga esensi  dari  Praperadilan adalah untuk mengawasi tindakan upaya paksa yang dilakukan oleh penyidik atau penuntut umum terhadap Tersangka, benar-benar dilaksanakan sesuai ketentuan undang-undang, dilakukan secara profesional dan bukan tindakan yang bertentangan dengan hukum sebagaimana diatur dalam KUHAP atau perundang-undangan lainnya;
5.    Bahwa, Penangkapan dan Penahanan yang tidak dilakukan  berdasarkan hukum/tidak sah, jelas menimbulkan hak hukum bagi seseorang untuk melakukan upaya hukum berupa koreksi  dan/atau pengujian terhadap keabsahan melalui  Lembaga Praperadilan. Upaya  penggunaan  hak  yang  demikian  itu  selain  sesuai dengan spirit  atau ruh atau jiwa KUHAP,  juga sesuai  dan dijamin dalam ketentuan Pasal  17 UU 39 Tahun 1999 tentang Hak  Asasi  Manusia (UU HAM), yang  berbunyi :  “Setiap  orang,  tanpa  diskriminasi, berhak untuk memperoleh keadilan dengan  mengajukan  permohonan,  pengaduan,  dan gugatan,  baik  dalam perkara pidana, perdata, maupun administrasi serta diadili melalui  proses peradilan yang bebas dan tidak memihak, sesuai dengan hukum acara yang menjamin pemeriksaan yang objektif oleh hakim yang jujur dan adil untuk memperoleh putusan yang adil dan benar”;
6.    Pasal 28 D ayat (1) UUD Negara RI 1945 menentukan : “Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum”. Sehingga dengan demikian secara jelas dan tegas UUD Negara RI 1945 mengatur perlindungan dan kepastian hukum yang adil bagi setiap warga Negara;
7.    Bahwa sebagaimana diketahui Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) Pasal 1 angka 10 menyatakan: Praperadilan adalah wewenang pengadilan negeri untuk memeriksa dan memutus menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini, tentang:
1)    Sah atau tidaknya suatu penangkapan dan atau penahanan atas permintaan tersangka atau keluarganya atau pihak lain atas kuasa tersangka;
2)    Sah atau tidaknya penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan atas permintaan demi tegaknya hukum dan keadilan;
3)    Permintaan ganti kerugian, atau rehabilitasi oleh tersangka atau keluarganya atau pihak lain atas kuasanya yang perkaranya tidak diajukan ke pengadilan;
8.    Bahwa berdasarkan uraian diatas, maka dasar hukum Permohonan Praperadilan yang diajukan oleh PEMOHON adalah sebagaimana ketentuan Pasal 1 angka 10 jo. Pasal 77 KUHAP, yaitu tentang “Sah atau tidaknya suatu penangkapan dan atau penahanan” in cassu Penangkapan dan Penahanan yang dilakukan oleh TERMOHON terhadap PEMOHON;
9.    Bahwa selain ketentuan Pasal 1 angka 10 jo. Pasal 77 KUHAP, Permohonan Praperadilan ini juga diajukan berdasarkan ketentuan Pasal 79 KUHAP yang menyatakan bahwa: “Permintaan pemeriksaan tentang sah atau tidaknya suatu penangkapan atau penahanan diajukan oleh tersangka, keluarga, atau kuasanya kepada Ketua pengadilan negeri dengan menyebutkan alasannya”;
10.    Bahwa berdasar uraian diatas PEMOHON memiliki hak untuk mengajukan Praperadilan terhadap TERMOHON;

II.    FAKTA-FAKTA HUKUM
11.    Bahwa PEMOHON pada hari Minggu, 7 Juni 2020 pada Pukul 20.00 WITA (malam Senin) dijemput oleh dua orang anggota Kepolisian dari Polsek Lape (TERMOHON) tanpa menjelaskan perihal apa yang terjadi serta tanpa menyebutkan Identitas dan Surat Perintah apapun. Dua orang anggota Kepolisian dari Polsek Lape tersebut langsung membawa PEMOHON dengan alasan ada suatu hal yang dibicarakan di Kantor Polisi;
12.    Bahwa kemudian PEMOHON dengan i’tikad baik dan menghormati aparat mengikuti apa yang menjadi permintaan anggota Polsek Lape tersebut, begitu pula dengan keluarga PEMOHON mengizinkan PEMOHON untuk mengikuti apa yang diperintahkan oleh Polisi tersebut;
13.    Bahwa kemudian baru diketahui oleh PEMOHON maksud dibawanya PEMOHON ke Polsek Lape yaitu atas adanya Laporan/Tuduhan dari Sumbawani alias ENI (kakak kandung Korban) yang ditujukan kepada PEMOHON bahwa PEMOHON telah melakukan tindak Pidana Pemerkosaan terhadap Ratna alias AT yang tidak lain merupakan sepupu dari PEMOHON;
14.    Bahwa atas dasar Laporan/Tuduhan tersebut, serta dengan alasan untuk “mengamankan” PEMOHON, PEMOHON kemudian ditahan di Polsek Lape, hingga pada hari Sabtu, 13 Juni 2020 PEMOHON dibawa ke Polres Sumbawa (TERMOHON) dengan alasan untuk diamankan serta untuk dimintai keterangan;
15.    Bahwa setelah sampai di Polres Sumbawa, PEMOHON langsung ditahan dan dimasukkan kedalam ruangan yang hanya ada satu ventilasi udara, sehingga menyebabkan PEMOHON kesulitan untuk bernapas, perlakuan tersebut dilakukan oleh TERMOHON terhadap PEMOHON dilakukan secara terus menerus, hingga pada hari Kamis, 18 Juni 2020, TERMOHON mengizinkan PEMOHON untuk keluar rungan, dan tidak lama kemudian PEMOHON diperintahkan kembali untuk masuk ke dalam ruangan;
16.    Bahwa pada hari Jum’at, 26 Juni 2020, TERMOHON kemudian membebaskan PEMOHON, namun pada hari-hari tertentu TERMOHON memerintahkan kepada PEMOHON untuk melakukan wajib lapor kepada TERMOHON;

III.    TENTANG PENANGKAPAN

17.    Bahwa  berdasarkan  ketentuan  Pasal  18  ayat  1  KUHAP,  yang menyatakan bahwa: “Pelaksanaan tugas penangkapan. dilakukan oleh petugas kepolisian negara Republik Indonesia dengan memperlihatkan surat  tugas  serta  memberikan  kepada  tersangka  surat  perintah penangkapan  yang  mencantumkan  identitas  tersangka  dan menyebutkan  alasan  penangkapan  serta  uraian  singkat perkara kejahatan yang di persangkakan serta tempat ia  diperiksa”. Sedangkan Pasal 18 ayat 2 KUHAP, yang menyatakan bahwa:“Dalam hal tertangkap tangan penangkapan dilakukan tanpa surat perintah,....;. Dari pengertian yang telah ditentukan oleh KUHAP, dalam proses penangkapan yang dilakukan oleh petugas kepolisian terbagi  menjadi dua  bagian  adanya  surat  perintah  penangkapan dan  tanpa  surat perintah penangkapan dalam hal tertangkap tangan;
18.    Bahwa PEMOHON dituduh melakukan tindak pidana Pemerkosaan terhadap Ratna alias AT yang dilaporkan/dituduhkan oleh Sumbawani alias ENI (kakak kandung Korban) sebagaimana diuraikan pada uraian mengenai Fakta Hukum pada angka 13;
19.    Bahwa  pada  saat  penangkapan  yang  dilakukan  oleh  Termohon terhadap  Pemohon  sangat  tidak  sesuai  prosedur,  yaitu  tidak memperlihatkan surat tugas serta tempat ia diperiksa;
19.1    Tidak Memperlihatkan Surat Tugas
-    Bahwa pada saat  penangkapan yang dilakukan oleh TERMOHON terhadap PEMOHON  tidak  memperlihatkan  surat tugas kepada Pemohon maupun keluarga Pemohon;
-    Bahwa TERMOHON tidak melakukan pemanggilan  melalui pemberitahuan secara sah dan resmi serta patut kepada PEMOHON;
-    Bahwa TERMOHON tidak melaksanakan prosedur, maka  tindakan TERMOHON menunjukkan ketidakpatuhan terhadap hukum, padahal TERMOHON sebagai aparat Kepolisian Negara Republik Indonesia;
-    Bahwa TERMOHON tidak menunjukkan surat tugas  kepada PEMOHON, padahal surat tugas merupakan  syarat formal yang bersifat imperatif;
-    Bahwa oleh karenanya TERMOHON melakukan penangkapan tidak dilengkapi  dengan surat  perintah tugas sebagaimana diwajibkan dalam ketentuan Pasal 18 ayat (1) KUHAP dan Pasal 18 Peraturan Kapolri Nomor 6 tahun 2019 tentang Penyidikan Tindak Pidana;
-    Bahwa syarat memperlihatkan adanya surat tugas oleh TERMOHON dalam penangkapan TIDAK TERPENUHI.
19.2     Tempat ia Diperiksa
-    Bahwa TERMOHON dalam melakukan penangkapan  terhadap Pemohon  tidak dilakukan proeses  awal  dalam hal pemanggilan terhadap PEMOHON untuk diminta keterangan;
-    Bahwa TERMOHON langsung melakukan penangkapan  kepada PEMOHON;
-    Bahwa sebelum dilakukan penangkapan tidak pernah dilakukan pemeriksaan atas diri PEMOHON melalui  pemanggilan yang sah sebagaimana  dimaksud  dalam  ketentuan  Pasal  19  ayat  (2) KUHAP;
-    Bahwa bagaimana mungkin diketahui tempat PEMOHON diperiksa, sedangkan tidak pernah dilakukan  pemeriksaan terhadap diri PEMOHON;
-    Bahwa oleh karena Pemohon tidak pernah diperiksa,  sehingga syarat tempat diperiksa tidak terpenuhi;
20.    Bahwa proses Penangkapan yang dilakukan oleh terhadap PEMOHON tidak di dasari dengan dua alat bukti  permulaan yang cukup dan hanyalah didasari dengan Laporan Polisi Sumbawani (ENI) seorang saja, fakta bahwa TERMOHON tidak melakukan serangkaian proses manajemen penyidikan yakni tanpa menunjukkan Surat Perintah Penyidikan sebagaimana dimaksud pada Perkap No. 6 Tahun 2019 tentang Penyidikan Tindak Pidana,  yaitu Pasal  13, Penyidikan dilakukan atas dasar:
a.    laporan polisi; dan
b.    surat perintah penyidikan;
Bahwa dengan demikian, proses penangkapan yang dilakukan TERMOHON telah melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan  yang  berlaku  yaitu KUHAP dan Perkap No.  6 Tahun 2019 tentang Penyidikan Tindak  Pidana;
21.    Bahwa proses penangkapan hanya berdasarkan keterangan seorang saksi saja (unus testis nullus testis) tanpa ada didukung alat bukti yang lainnya seperti keterangan ahli, surat, dan  petunjuk sehingga berdasarkan fakta tersebut TERMOHON tidak saja tidak profesional dalam menjalankan penerapan prinsip due  process  of  law akan  tetapi  juga sudah bertindak melewati  wewenangnya sebagai institusi Penegak Hukum, dimana tahapan penyidikan yang dilakukan TERMOHON tidak sesuai dengan prinsip asas praduga  tidak  bersalah (equality before the law);
22.    Bahwa berdasarkan uraian di atas, PEMOHON ditangkap oleh TERMOHON tanpa memperlihatkan surat tugas dan tempat ia diperiksa, oleh karena itu tindakan TERMOHON telah melanggar Ketentuan Pasal 18 ayat (1) KUHAP;
23.    Bahwa tindakan TERMOHON dalam proses penangkapan bertentangan dengan hukum dan  melanggar  hak  asasi PEMOHON, maka penangkapan terhadap PEMOHON adalah TIDAK SAH;

IV.    TENTANG PENAHANAN

24.    Bahwa Penahanan dilakukan berdasarkan ketentuan Pasal 21 KUHAP, yaitu:
(1)    Perintah penahanan atau penahanan lanjutan dilakukan terhadap seorang tersangka atau terdakwa yang diduga keras melakukan tindak  pidana  berdasarkan  bukti  yang  cukup dalam hal  adanya keadaan yang menimbulkan kekhawatiran bahwa tersangka atau terdakwa akan melarikan diri, merusak atau menghilangkan barang bukti dan atau mengulangi tindak pidana”;
(2)    Penahanan atau penahanan lanjutan dilakukan oleh penyidik atau penuntut  umum  terhadap  tersangka  atau  terdakwa  dengan memberikan surat perintah penahanan atau penetapan hakim yang mencantumkan  identitas  tersangka  atau  terdakwa  dan menyebutkan  alasan  penahanan  serta  uraian  singkat  perkara kejahatan yang dipersangkakan atau didakwakan serta tempat  ia ditahan;
(3)    Tembusan surat perintah penahanan atau penahanan lanjutan atau penetapan  hakim sebagaimana  dimaksud  dalam ayat  (2)  harus diberikan kepada keluarganya;
25.    Bahwa  Penahanan  yang  dilakukan  oleh  Termohon  TIDAK dilakukan berdasarkan surat Perintah, tetapi hanya didasarkan pada dalih TERMOHON untuk “mengamankan” PEMOHON;
26.    Bahwa pada saat PEMOHON  ditahan  tidak  pernah  dilakukan pemeriksaan sehubungan dengan tindak pidana yang disangkakan terhadap PEMOHON;
27.    Bahwa  oleh  karena  itu,  Penahanan  terhadap  PEMOHON  harus memenuhi  syarat  sebagaimana ketentuan Pasal  21 KUHAP sebagai berikut:
a.    Adanya Tindak Pidana Berdasarkan Bukti Yang Cukup
-    Bahwa Penahanan dilakukan terhadap tersangka atau terdakwa yang  diduga  melakukan  tindak  pidana  berdasarkan  bukti  yang cukup:
-    Bahwa berdasarkan Pasal  183 KUHAP bukti  yang cukup ialah sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah;
-    Bahwa untuk memenuhi bukti yang cukup PEMOHON diduga keras melakukan  tindak  pidana,  maka  harus  dilakukan  pemeriksaan terhadap Pemohon sebagaimana diatur dalam Pasal 112 ayat (1) KUHAP,  yaitu  “Penyidik  yang melakukan pemeriksaan,  dengan menyebutkan  alasan  pemanggilan  secara  jelas,  berwenang memanggil  tersangka  dan  saksi  yang  dianggap  perlu  untuk diperiksa  dengan  surat  panggilan  yang  sah  dengan memperhatikan tenggang waktu yang wajar  antara  diterimanya panggilan dan hari  seorang itu diharuskan memenuhi  panggilan tersebut”;
-    Bahwa dalam proses Penahanan yang dilakukan TERMOHON, sejak semula,  bahkan  sebelum  ditangkap  tidak  pernah  dilakukan pemeriksaan dalam hal tindak pidana yang disangkakan terhadap PEMOHON;
-    Bahwa dengan tidak pernah dilakukanya pemeriksaan terhadap pemohon, bagaimana mungkin diperoleh bukti yang cukup hanya dengan laporan polisi  satu orang saja (Laporan Polisi Sumbawani alias ENI);
-    Bahwa  oleh  karenanya  Penahanan  yang  dilakukan  terhadap PEMOHON Tidak Berdasarkan Bukti Yang Cukup;
-    Bahwa tanpa adanya bukti  yang cukup tidak ada tindak pidana yang dilakukan oleh PEMOHON;
-    Bahwa  berdasarkan  uraian  diatas,  Penahanan  yang  dilakukan oleh TERMOHON  tidak memenuhi  ketentuan Pasal  21 KUHAP, sehinga TIDAK SAH;

b.    Surat Perintah Penahanan
-    Bahwa PEMOHON ditahan oleh TERMOHON tidak berdasarkan Surat Perintah Penahanan sebagaimana ketentuan Pasal 21 ayat (2) KUHAP;
-    Bahwa Penahanan merupakan Upaya Paksa dalam kegiatan Penyidikan sebagaimana  diatur dalam ketentuan Pasal 16 ayat (1) Peraturan Kapolri Nomor 6 Tahun 2019 tentang Penyidikan Tindak Pidana dan dilakukan Harus melalui proses pemanggilan terlebih dahulu;
-    Bahwa  terhadap  diri  Pemohon  tidak  pernah  dilakukan pemanggilan terlebih  dahulu  untuk  dilakukan  pemeriksaan sebagaimana diatur dalam Pasal 112 ayat (1) KUHAP;
-    Bahwa oleh karenanya Penahanan dilakukan tidak sesuai dengan prosedur penyidikan, sehingga TIDAK SAH;

28.    Bahwa sampai dengan saat ini, PEMOHON diharuskan untuk melakukan Wajib Lapor kepada Polres Sumbawa (TERMOHON) pada setiap hari Sabtu;
29.    Bahwa berdasarkan fakta-fakta tersebut dan keharusan wajib lapor PEMOHON kepada TERMOHON a quo, pada tanggal 3 Agustus 2020, Kuasa Hukum PEMOHON telah mengajukan Surat Permohonan Kepastian Hukum kepada TERMOHON (Sat. Reskrim Polres Sumbawa cq. Unit PPA Satreskrim Polres Sumbawa), namun TERMOHON tidak pernah menggubris Surat Permohonan Kepastian Hukum dari PEMOHON;
30.    Bahwa oleh karena Penangkapan dan Penahanan yang dilakukan oleh TERMOHON terhadap PEMOHON TIDAK SAH, maka beralasan menurut hukum jika PEMOHON tidak melakukan Wajib Lapor terhadap TERMOHON;

V.    TENTANG KERUGIAN DAN REHABILITASI

31.    Bahwa Hak PEMOHON atas Ganti  Kerugian  dan  Rehabilitasi berdasarkan ketentuan dalam Pasal 95 ayat (1) dan 97 ayat (3) KUHAP sebagai berikut:

Pasal 95 ayat (1) KUHAP:
Tersangka,  terdakwa atau terpidana berhak menuntut  ganti  kerugian karena ditangkap, ditahan, dituntut dan diadili atau dikenakan tindakan lain,  tanpa  alasan  yang  berdasarkan  undang-undang  atau  karena kekeliruan mengenai orangnya atau hukum yang diterapkan;

Pasal 97 ayat (3) KUHAP:
Permintaan  rehabilitasi  oleh  tersangka  atas  penangkapan  atau penahanan  tanpa  alasan  yang  berdasarkan  undang-undang  atau kekeliruan mengenai orang atau hukum yang diterapkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal  95 ayat (1) yang perkaranya tidak diajukan ke pengadilan  negeri  diputus  oleh  hakim praperadilan  yang  dimaksud dalam Pasal 77.
32.    Bahwa PEMOHON adalah  seorang  wiraswasta  yang  menjalankan usahanya sebagai Tukang Bangunan, dengan demikian PEMOHON  harus melakukan pekerjaan setiap harinya untuk memperoleh penghasilan;
33.    Bahwa dilakukanya penangkapan dan penahanan terhadap PEMOHON sejak  tanggal  7 Juni 2020 sampai dengan tanggal 26 Juni 2020, menyebabkan PEMOHON  tidak  dapat melakukan  pekerjaanya  untuk  memperoleh  penghasilan , bahkan hingga saat ini PEMOHON harus Wajib Lapor kepada TERMOHON yang jelas akan berpengaruh terhadap pendapatan PEMOHON  minimal sebesar Rp. 600.000,- (enam ratus ribu rupiah) per hari;
34.    Bahwa  oleh  karena  itu  PEMOHON  menderita  kerugian  sebesar  Rp. 600.000,-  (enam  ratus  ribu  rupiah)  dikali  19  hari (lamanya  PEMOHON ditahan) = Rp. 11.400.000,- (sebelas juta empat ratus ribu rupiah),  sesuai dengan Pasal 9  ayat  (1)  Peraturan  Pemerintah  Nomor  92  Tahun  2015  tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Pemerintah Nomor  27 tahun 1983 tentang Pelaksanaan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana;
35.    Bahwa  atas  Penangkapan  dan  Penahanan  yang  dialami  PEMOHON, menyebabkan  rasa  malu  dan  menjatuhkan  harkat  serta  martabat PEMOHON  dalam kehidupan  bermasyarakat  di  lingkungan  PEMOHON tinggal.  Oleh  karena  itu,  PEMOHON mohon untuk  dipulihkan  nama baiknya dengan cara mengumumkan permintaan maaf oleh TERMOHON atas  Penangkapan  dan  Penahanan  yang  tidak  sah  dan  sewenang-wenang  secara terbuka dan melalui  media  cetak  lokal  di  Sumbawa, yaitu Koran Tribun Sumbawa dan Kabar Sumbawa, media cetak lokal di NTB yaitu Gaung NTB, Media Online: KabarSumbawa.com dan SamawaRea.com, serta Media Sosial melalui Instagram Polres Sumbawa selama 1 (satu) minggu berturut-turut;
36.    Bahwa berdasarkan uraian diatas, PEMOHON telah dilanggar Hak nya sebagaimana Pasal 1 angka 6 dan 34 Undang-Undang Nomor 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. Oleh karena itu patut dan beralasan bagi PEMOHON memperoleh Ganti Kerugian dan Rehabilitasi.

VI.    PETITUM

Bahwa  berdasarkan  seluruh  uraian  diatas,  maka  Pemohon memohon  agar  Ketua  Pengadilan  Negeri  Sumbawa  melalui  Hakim yang memeriksa dan mengadili  Permohonan ini  berkenan menjatuhkan Putusan sebagai berikut:
a.    Menerima Permohonan PEMOHON untuk seluruhnya;
b.    Menyatakan Penangkapan dan Penahanan terhadap PEMOHON yang dilakukan oleh TERMOHON tidak sah dan batal demi hukum;
c.    Menetapkan  Ganti  Kerugian  atas tindakan sewenang-wenang yang dilakukan TERMOHON terhadap PEMOHON sebesar  Rp. 11.400.000,- (sebelas juta empat ratus ribu rupiah);
d.    Memulihkan nama baik PEMOHON  dengan  cara  mengumumkan permintaan maaf oleh TERMOHON atas Penangkapan dan  Penahanan PEMOHON secara terbuka dan melalui media cetak  lokal di Sumbawa, yaitu Koran Tribun Sumbawa dan Kabar Sumbawa, media cetak lokal di NTB yaitu Gaung NTB, Media Online: KabarSumbawa.com dan SamawaRea.com, serta Media Sosial melalui Instagram Polres Sumbawa selama 1 (satu) minggu berturut-turut;
e.    Menghukum TERMOHON untuk membayar biaya perkara yang timbul dalam perkara a quo.

ATAU:
Apabila Hakim berpendapat lain mohon putusan yang seadil-adilnya berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa (ex aequo et bono);
 

Pihak Dipublikasikan Ya