Petitum Permohonan |
I. DASAR HUKUM PERMOHONAN PRAPERADILAN
1. Perlu dipahami dan diketahui bahwa lahirnya lembaga Praperadilan adalah karena terinspirasi oleh prinsip-prinsip yang bersumber dari adanya hak Habeas Corpus dalam sistem peradilan Anglo Saxon, yang memberikan jaminan fundamental terhadap hak asasi manusia khususnya hak kemerdekaan. Habeas Corpus Act memberikan hak pada seseorang melalui suatu surat perintah pengadilan menuntut pejabat yang melaksanakan hukum pidana formil tersebut agar tidak melanggar hukum (ilegal) atau tegasnya melaksanakan hukum pidana formil tersebut benar-benar sah sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku. Hal ini untuk menjamin bahwa perampasan ataupun pembatasan kemerdekaan terhadap seorang tersangka atau terdakwa itu benar-benar telah memenuhi ketentuan ketentuan hukum yang berlaku maupun jaminan hak-hak asasi manusia;
2. Bahwa upaya hukum Praperadilan ini kami lakukan semata-mata demi mencari kebenaran hukum, dan sebagaimana pendapat dari M. Yahya Harahap, bahwa salah satu fungsi upaya hukum Praperadilan adalah sebagai pengawasan horizontal atas segala tindakan upaya paksa yang dilakukan aparat penegak hukum untuk kepentingan pemeriksaan perkara pidana agar benar-benar tindakan tersebut tidak bertentangan dengan peraturan hukum dan perundang-undangan (Lihat. M. Yahya Harahap, Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP; Pemeriksaan Sidang Pengadilan, Banding, Kasasi dan Peninjauan Kembali, Ed. 2, Cet. 15, Jakarta: Sinar Grafika, 2016, hlm. 4);
3. Bahwa lembaga Praperadilan sebagaimana diatur dalam Pasal 77 s/d Pasal 83 KUHAP adalah suatu lembaga yang berfungsi untuk menguji apakah tindakan/upaya paksa yang dilakukan oleh penyidik/penuntut umum sudah sesuai dengan undang-undang dan tindakan tersebut telah dilengkapi administrasi penyidikan secara cermat atau tidak, karena pada dasarnya tuntutan Praperadilan menyangkut sah tidaknya tindakan penyidik atau penuntut umum di dalam melakukan penyidikan atau penuntutan;
4. Bahwa tujuan Praperadilan seperti yang tersirat dalam penjelasan Pasal 80 KUHAP adalah untuk menegakkan hukum, keadilan, kebenaran melalui sarana pengawasan horizontal, sehingga esensi dari Praperadilan adalah untuk mengawasi tindakan upaya paksa yang dilakukan oleh penyidik atau penuntut umum terhadap Tersangka, benar-benar dilaksanakan sesuai ketentuan undang-undang, dilakukan secara profesional dan bukan tindakan yang bertentangan dengan hukum sebagaimana diatur dalam KUHAP atau perundang-undangan lainnya;
5. Bahwa, Penangkapan dan Penahanan yang tidak dilakukan berdasarkan hukum/tidak sah, jelas menimbulkan hak hukum bagi seseorang untuk melakukan upaya hukum berupa koreksi dan/atau pengujian terhadap keabsahan melalui Lembaga Praperadilan. Upaya penggunaan hak yang demikian itu selain sesuai dengan spirit atau ruh atau jiwa KUHAP, juga sesuai dan dijamin dalam ketentuan Pasal 17 UU 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (UU HAM), yang berbunyi : “Setiap orang, tanpa diskriminasi, berhak untuk memperoleh keadilan dengan mengajukan permohonan, pengaduan, dan gugatan, baik dalam perkara pidana, perdata, maupun administrasi serta diadili melalui proses peradilan yang bebas dan tidak memihak, sesuai dengan hukum acara yang menjamin pemeriksaan yang objektif oleh hakim yang jujur dan adil untuk memperoleh putusan yang adil dan benar”;
6. Pasal 28 D ayat (1) UUD Negara RI 1945 menentukan : “Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum”. Sehingga dengan demikian secara jelas dan tegas UUD Negara RI 1945 mengatur perlindungan dan kepastian hukum yang adil bagi setiap warga Negara;
7. Bahwa sebagaimana diketahui Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) Pasal 1 angka 10 menyatakan: Praperadilan adalah wewenang pengadilan negeri untuk memeriksa dan memutus menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini, tentang:
1) Sah atau tidaknya suatu penangkapan dan atau penahanan atas permintaan tersangka atau keluarganya atau pihak lain atas kuasa tersangka;
2) Sah atau tidaknya penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan atas permintaan demi tegaknya hukum dan keadilan;
3) Permintaan ganti kerugian, atau rehabilitasi oleh tersangka atau keluarganya atau pihak lain atas kuasanya yang perkaranya tidak diajukan ke pengadilan;
8. Bahwa berdasarkan uraian diatas, maka dasar hukum Permohonan Praperadilan yang diajukan oleh PEMOHON adalah sebagaimana ketentuan Pasal 1 angka 10 jo. Pasal 77 KUHAP, yaitu tentang “Sah atau tidaknya suatu penangkapan dan atau penahanan” in cassu Penangkapan dan Penahanan yang dilakukan oleh TERMOHON terhadap PEMOHON;
9. Bahwa selain ketentuan Pasal 1 angka 10 jo. Pasal 77 KUHAP, Permohonan Praperadilan ini juga diajukan berdasarkan ketentuan Pasal 79 KUHAP yang menyatakan bahwa: “Permintaan pemeriksaan tentang sah atau tidaknya suatu penangkapan atau penahanan diajukan oleh tersangka, keluarga, atau kuasanya kepada Ketua pengadilan negeri dengan menyebutkan alasannya”;
10. Bahwa berdasar uraian diatas PEMOHON memiliki hak untuk mengajukan Praperadilan terhadap TERMOHON;
II. FAKTA-FAKTA HUKUM
11. Bahwa PEMOHON pada hari Minggu, 7 Juni 2020 pada Pukul 20.00 WITA (malam Senin) dijemput oleh dua orang anggota Kepolisian dari Polsek Lape (TERMOHON) tanpa menjelaskan perihal apa yang terjadi serta tanpa menyebutkan Identitas dan Surat Perintah apapun. Dua orang anggota Kepolisian dari Polsek Lape tersebut langsung membawa PEMOHON dengan alasan ada suatu hal yang dibicarakan di Kantor Polisi;
12. Bahwa kemudian PEMOHON dengan i’tikad baik dan menghormati aparat mengikuti apa yang menjadi permintaan anggota Polsek Lape tersebut, begitu pula dengan keluarga PEMOHON mengizinkan PEMOHON untuk mengikuti apa yang diperintahkan oleh Polisi tersebut;
13. Bahwa kemudian baru diketahui oleh PEMOHON maksud dibawanya PEMOHON ke Polsek Lape yaitu atas adanya Laporan/Tuduhan dari Sumbawani alias ENI (kakak kandung Korban) yang ditujukan kepada PEMOHON bahwa PEMOHON telah melakukan tindak Pidana Pemerkosaan terhadap Ratna alias AT yang tidak lain merupakan sepupu dari PEMOHON;
14. Bahwa atas dasar Laporan/Tuduhan tersebut, serta dengan alasan untuk “mengamankan” PEMOHON, PEMOHON kemudian ditahan di Polsek Lape, hingga pada hari Sabtu, 13 Juni 2020 PEMOHON dibawa ke Polres Sumbawa (TERMOHON) dengan alasan untuk diamankan serta untuk dimintai keterangan;
15. Bahwa setelah sampai di Polres Sumbawa, PEMOHON langsung ditahan dan dimasukkan kedalam ruangan yang hanya ada satu ventilasi udara, sehingga menyebabkan PEMOHON kesulitan untuk bernapas, perlakuan tersebut dilakukan oleh TERMOHON terhadap PEMOHON dilakukan secara terus menerus, hingga pada hari Kamis, 18 Juni 2020, TERMOHON mengizinkan PEMOHON untuk keluar rungan, dan tidak lama kemudian PEMOHON diperintahkan kembali untuk masuk ke dalam ruangan;
16. Bahwa pada hari Jum’at, 26 Juni 2020, TERMOHON kemudian membebaskan PEMOHON, namun pada hari-hari tertentu TERMOHON memerintahkan kepada PEMOHON untuk melakukan wajib lapor kepada TERMOHON;
III. TENTANG PENANGKAPAN
17. Bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 18 ayat 1 KUHAP, yang menyatakan bahwa: “Pelaksanaan tugas penangkapan. dilakukan oleh petugas kepolisian negara Republik Indonesia dengan memperlihatkan surat tugas serta memberikan kepada tersangka surat perintah penangkapan yang mencantumkan identitas tersangka dan menyebutkan alasan penangkapan serta uraian singkat perkara kejahatan yang di persangkakan serta tempat ia diperiksa”. Sedangkan Pasal 18 ayat 2 KUHAP, yang menyatakan bahwa:“Dalam hal tertangkap tangan penangkapan dilakukan tanpa surat perintah,....;. Dari pengertian yang telah ditentukan oleh KUHAP, dalam proses penangkapan yang dilakukan oleh petugas kepolisian terbagi menjadi dua bagian adanya surat perintah penangkapan dan tanpa surat perintah penangkapan dalam hal tertangkap tangan;
18. Bahwa PEMOHON dituduh melakukan tindak pidana Pemerkosaan terhadap Ratna alias AT yang dilaporkan/dituduhkan oleh Sumbawani alias ENI (kakak kandung Korban) sebagaimana diuraikan pada uraian mengenai Fakta Hukum pada angka 13;
19. Bahwa pada saat penangkapan yang dilakukan oleh Termohon terhadap Pemohon sangat tidak sesuai prosedur, yaitu tidak memperlihatkan surat tugas serta tempat ia diperiksa;
19.1 Tidak Memperlihatkan Surat Tugas
- Bahwa pada saat penangkapan yang dilakukan oleh TERMOHON terhadap PEMOHON tidak memperlihatkan surat tugas kepada Pemohon maupun keluarga Pemohon;
- Bahwa TERMOHON tidak melakukan pemanggilan melalui pemberitahuan secara sah dan resmi serta patut kepada PEMOHON;
- Bahwa TERMOHON tidak melaksanakan prosedur, maka tindakan TERMOHON menunjukkan ketidakpatuhan terhadap hukum, padahal TERMOHON sebagai aparat Kepolisian Negara Republik Indonesia;
- Bahwa TERMOHON tidak menunjukkan surat tugas kepada PEMOHON, padahal surat tugas merupakan syarat formal yang bersifat imperatif;
- Bahwa oleh karenanya TERMOHON melakukan penangkapan tidak dilengkapi dengan surat perintah tugas sebagaimana diwajibkan dalam ketentuan Pasal 18 ayat (1) KUHAP dan Pasal 18 Peraturan Kapolri Nomor 6 tahun 2019 tentang Penyidikan Tindak Pidana;
- Bahwa syarat memperlihatkan adanya surat tugas oleh TERMOHON dalam penangkapan TIDAK TERPENUHI.
19.2 Tempat ia Diperiksa
- Bahwa TERMOHON dalam melakukan penangkapan terhadap Pemohon tidak dilakukan proeses awal dalam hal pemanggilan terhadap PEMOHON untuk diminta keterangan;
- Bahwa TERMOHON langsung melakukan penangkapan kepada PEMOHON;
- Bahwa sebelum dilakukan penangkapan tidak pernah dilakukan pemeriksaan atas diri PEMOHON melalui pemanggilan yang sah sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Pasal 19 ayat (2) KUHAP;
- Bahwa bagaimana mungkin diketahui tempat PEMOHON diperiksa, sedangkan tidak pernah dilakukan pemeriksaan terhadap diri PEMOHON;
- Bahwa oleh karena Pemohon tidak pernah diperiksa, sehingga syarat tempat diperiksa tidak terpenuhi;
20. Bahwa proses Penangkapan yang dilakukan oleh terhadap PEMOHON tidak di dasari dengan dua alat bukti permulaan yang cukup dan hanyalah didasari dengan Laporan Polisi Sumbawani (ENI) seorang saja, fakta bahwa TERMOHON tidak melakukan serangkaian proses manajemen penyidikan yakni tanpa menunjukkan Surat Perintah Penyidikan sebagaimana dimaksud pada Perkap No. 6 Tahun 2019 tentang Penyidikan Tindak Pidana, yaitu Pasal 13, Penyidikan dilakukan atas dasar:
a. laporan polisi; dan
b. surat perintah penyidikan;
Bahwa dengan demikian, proses penangkapan yang dilakukan TERMOHON telah melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku yaitu KUHAP dan Perkap No. 6 Tahun 2019 tentang Penyidikan Tindak Pidana;
21. Bahwa proses penangkapan hanya berdasarkan keterangan seorang saksi saja (unus testis nullus testis) tanpa ada didukung alat bukti yang lainnya seperti keterangan ahli, surat, dan petunjuk sehingga berdasarkan fakta tersebut TERMOHON tidak saja tidak profesional dalam menjalankan penerapan prinsip due process of law akan tetapi juga sudah bertindak melewati wewenangnya sebagai institusi Penegak Hukum, dimana tahapan penyidikan yang dilakukan TERMOHON tidak sesuai dengan prinsip asas praduga tidak bersalah (equality before the law);
22. Bahwa berdasarkan uraian di atas, PEMOHON ditangkap oleh TERMOHON tanpa memperlihatkan surat tugas dan tempat ia diperiksa, oleh karena itu tindakan TERMOHON telah melanggar Ketentuan Pasal 18 ayat (1) KUHAP;
23. Bahwa tindakan TERMOHON dalam proses penangkapan bertentangan dengan hukum dan melanggar hak asasi PEMOHON, maka penangkapan terhadap PEMOHON adalah TIDAK SAH;
IV. TENTANG PENAHANAN
24. Bahwa Penahanan dilakukan berdasarkan ketentuan Pasal 21 KUHAP, yaitu:
(1) Perintah penahanan atau penahanan lanjutan dilakukan terhadap seorang tersangka atau terdakwa yang diduga keras melakukan tindak pidana berdasarkan bukti yang cukup dalam hal adanya keadaan yang menimbulkan kekhawatiran bahwa tersangka atau terdakwa akan melarikan diri, merusak atau menghilangkan barang bukti dan atau mengulangi tindak pidana”;
(2) Penahanan atau penahanan lanjutan dilakukan oleh penyidik atau penuntut umum terhadap tersangka atau terdakwa dengan memberikan surat perintah penahanan atau penetapan hakim yang mencantumkan identitas tersangka atau terdakwa dan menyebutkan alasan penahanan serta uraian singkat perkara kejahatan yang dipersangkakan atau didakwakan serta tempat ia ditahan;
(3) Tembusan surat perintah penahanan atau penahanan lanjutan atau penetapan hakim sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) harus diberikan kepada keluarganya;
25. Bahwa Penahanan yang dilakukan oleh Termohon TIDAK dilakukan berdasarkan surat Perintah, tetapi hanya didasarkan pada dalih TERMOHON untuk “mengamankan” PEMOHON;
26. Bahwa pada saat PEMOHON ditahan tidak pernah dilakukan pemeriksaan sehubungan dengan tindak pidana yang disangkakan terhadap PEMOHON;
27. Bahwa oleh karena itu, Penahanan terhadap PEMOHON harus memenuhi syarat sebagaimana ketentuan Pasal 21 KUHAP sebagai berikut:
a. Adanya Tindak Pidana Berdasarkan Bukti Yang Cukup
- Bahwa Penahanan dilakukan terhadap tersangka atau terdakwa yang diduga melakukan tindak pidana berdasarkan bukti yang cukup:
- Bahwa berdasarkan Pasal 183 KUHAP bukti yang cukup ialah sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah;
- Bahwa untuk memenuhi bukti yang cukup PEMOHON diduga keras melakukan tindak pidana, maka harus dilakukan pemeriksaan terhadap Pemohon sebagaimana diatur dalam Pasal 112 ayat (1) KUHAP, yaitu “Penyidik yang melakukan pemeriksaan, dengan menyebutkan alasan pemanggilan secara jelas, berwenang memanggil tersangka dan saksi yang dianggap perlu untuk diperiksa dengan surat panggilan yang sah dengan memperhatikan tenggang waktu yang wajar antara diterimanya panggilan dan hari seorang itu diharuskan memenuhi panggilan tersebut”;
- Bahwa dalam proses Penahanan yang dilakukan TERMOHON, sejak semula, bahkan sebelum ditangkap tidak pernah dilakukan pemeriksaan dalam hal tindak pidana yang disangkakan terhadap PEMOHON;
- Bahwa dengan tidak pernah dilakukanya pemeriksaan terhadap pemohon, bagaimana mungkin diperoleh bukti yang cukup hanya dengan laporan polisi satu orang saja (Laporan Polisi Sumbawani alias ENI);
- Bahwa oleh karenanya Penahanan yang dilakukan terhadap PEMOHON Tidak Berdasarkan Bukti Yang Cukup;
- Bahwa tanpa adanya bukti yang cukup tidak ada tindak pidana yang dilakukan oleh PEMOHON;
- Bahwa berdasarkan uraian diatas, Penahanan yang dilakukan oleh TERMOHON tidak memenuhi ketentuan Pasal 21 KUHAP, sehinga TIDAK SAH;
b. Surat Perintah Penahanan
- Bahwa PEMOHON ditahan oleh TERMOHON tidak berdasarkan Surat Perintah Penahanan sebagaimana ketentuan Pasal 21 ayat (2) KUHAP;
- Bahwa Penahanan merupakan Upaya Paksa dalam kegiatan Penyidikan sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 16 ayat (1) Peraturan Kapolri Nomor 6 Tahun 2019 tentang Penyidikan Tindak Pidana dan dilakukan Harus melalui proses pemanggilan terlebih dahulu;
- Bahwa terhadap diri Pemohon tidak pernah dilakukan pemanggilan terlebih dahulu untuk dilakukan pemeriksaan sebagaimana diatur dalam Pasal 112 ayat (1) KUHAP;
- Bahwa oleh karenanya Penahanan dilakukan tidak sesuai dengan prosedur penyidikan, sehingga TIDAK SAH;
28. Bahwa sampai dengan saat ini, PEMOHON diharuskan untuk melakukan Wajib Lapor kepada Polres Sumbawa (TERMOHON) pada setiap hari Sabtu;
29. Bahwa berdasarkan fakta-fakta tersebut dan keharusan wajib lapor PEMOHON kepada TERMOHON a quo, pada tanggal 3 Agustus 2020, Kuasa Hukum PEMOHON telah mengajukan Surat Permohonan Kepastian Hukum kepada TERMOHON (Sat. Reskrim Polres Sumbawa cq. Unit PPA Satreskrim Polres Sumbawa), namun TERMOHON tidak pernah menggubris Surat Permohonan Kepastian Hukum dari PEMOHON;
30. Bahwa oleh karena Penangkapan dan Penahanan yang dilakukan oleh TERMOHON terhadap PEMOHON TIDAK SAH, maka beralasan menurut hukum jika PEMOHON tidak melakukan Wajib Lapor terhadap TERMOHON;
V. TENTANG KERUGIAN DAN REHABILITASI
31. Bahwa Hak PEMOHON atas Ganti Kerugian dan Rehabilitasi berdasarkan ketentuan dalam Pasal 95 ayat (1) dan 97 ayat (3) KUHAP sebagai berikut:
Pasal 95 ayat (1) KUHAP:
Tersangka, terdakwa atau terpidana berhak menuntut ganti kerugian karena ditangkap, ditahan, dituntut dan diadili atau dikenakan tindakan lain, tanpa alasan yang berdasarkan undang-undang atau karena kekeliruan mengenai orangnya atau hukum yang diterapkan;
Pasal 97 ayat (3) KUHAP:
Permintaan rehabilitasi oleh tersangka atas penangkapan atau penahanan tanpa alasan yang berdasarkan undang-undang atau kekeliruan mengenai orang atau hukum yang diterapkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 95 ayat (1) yang perkaranya tidak diajukan ke pengadilan negeri diputus oleh hakim praperadilan yang dimaksud dalam Pasal 77.
32. Bahwa PEMOHON adalah seorang wiraswasta yang menjalankan usahanya sebagai Tukang Bangunan, dengan demikian PEMOHON harus melakukan pekerjaan setiap harinya untuk memperoleh penghasilan;
33. Bahwa dilakukanya penangkapan dan penahanan terhadap PEMOHON sejak tanggal 7 Juni 2020 sampai dengan tanggal 26 Juni 2020, menyebabkan PEMOHON tidak dapat melakukan pekerjaanya untuk memperoleh penghasilan , bahkan hingga saat ini PEMOHON harus Wajib Lapor kepada TERMOHON yang jelas akan berpengaruh terhadap pendapatan PEMOHON minimal sebesar Rp. 600.000,- (enam ratus ribu rupiah) per hari;
34. Bahwa oleh karena itu PEMOHON menderita kerugian sebesar Rp. 600.000,- (enam ratus ribu rupiah) dikali 19 hari (lamanya PEMOHON ditahan) = Rp. 11.400.000,- (sebelas juta empat ratus ribu rupiah), sesuai dengan Pasal 9 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 92 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Pemerintah Nomor 27 tahun 1983 tentang Pelaksanaan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana;
35. Bahwa atas Penangkapan dan Penahanan yang dialami PEMOHON, menyebabkan rasa malu dan menjatuhkan harkat serta martabat PEMOHON dalam kehidupan bermasyarakat di lingkungan PEMOHON tinggal. Oleh karena itu, PEMOHON mohon untuk dipulihkan nama baiknya dengan cara mengumumkan permintaan maaf oleh TERMOHON atas Penangkapan dan Penahanan yang tidak sah dan sewenang-wenang secara terbuka dan melalui media cetak lokal di Sumbawa, yaitu Koran Tribun Sumbawa dan Kabar Sumbawa, media cetak lokal di NTB yaitu Gaung NTB, Media Online: KabarSumbawa.com dan SamawaRea.com, serta Media Sosial melalui Instagram Polres Sumbawa selama 1 (satu) minggu berturut-turut;
36. Bahwa berdasarkan uraian diatas, PEMOHON telah dilanggar Hak nya sebagaimana Pasal 1 angka 6 dan 34 Undang-Undang Nomor 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. Oleh karena itu patut dan beralasan bagi PEMOHON memperoleh Ganti Kerugian dan Rehabilitasi.
VI. PETITUM
Bahwa berdasarkan seluruh uraian diatas, maka Pemohon memohon agar Ketua Pengadilan Negeri Sumbawa melalui Hakim yang memeriksa dan mengadili Permohonan ini berkenan menjatuhkan Putusan sebagai berikut:
a. Menerima Permohonan PEMOHON untuk seluruhnya;
b. Menyatakan Penangkapan dan Penahanan terhadap PEMOHON yang dilakukan oleh TERMOHON tidak sah dan batal demi hukum;
c. Menetapkan Ganti Kerugian atas tindakan sewenang-wenang yang dilakukan TERMOHON terhadap PEMOHON sebesar Rp. 11.400.000,- (sebelas juta empat ratus ribu rupiah);
d. Memulihkan nama baik PEMOHON dengan cara mengumumkan permintaan maaf oleh TERMOHON atas Penangkapan dan Penahanan PEMOHON secara terbuka dan melalui media cetak lokal di Sumbawa, yaitu Koran Tribun Sumbawa dan Kabar Sumbawa, media cetak lokal di NTB yaitu Gaung NTB, Media Online: KabarSumbawa.com dan SamawaRea.com, serta Media Sosial melalui Instagram Polres Sumbawa selama 1 (satu) minggu berturut-turut;
e. Menghukum TERMOHON untuk membayar biaya perkara yang timbul dalam perkara a quo.
ATAU:
Apabila Hakim berpendapat lain mohon putusan yang seadil-adilnya berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa (ex aequo et bono);
|